Minggu, 11 Desember 2011

Mengapa pendidikan harus dimulai sejak dini?

Masa Keemasan Pertumbuhan Anak adalah masa terpenting dalam perkembangan kepribadian anak di usia pertumbuhan berikutnya. Masa itu dinamakanThe Golden Ageyaitu dimulai dari usia 0 – 5 tahun (teori Psikologi Perkembangan).



Pertumbuhan fisik, kesehatan emosi, kapasitas intelektual yang memadai, dan pertumbuhan moral dan sosial yang optimal di usia awal ini akan melahirkan kematangan anak yang berkualitas dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya di masa yang akan datang.

Setiap anak perlu melalui tahapan perkembangan normal yang dialami setiap anak sejak usia 0-5 tahun. Seperti kelekatan dengan ibu,  pengalaman inisiatif, penghayatan akan control diri dan kata hati (nurani), pemahaman, bagaimana menghadapi kecemasan/rasa takut, hingga tahapan perkembangan agresi normal di usia dini. 

 Anak  yang terpenuhi secara optimal kebutuhan fisik dan jiwanya di usia dini akan berbeda pada saat mereka menginjak remaja atau dewasa jika dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan hal yang sama di masa emas tersebut. Anak yang pertama, mereka akan jauh lebih percaya diri, mandiri dan mampu menyelesaikan persoalan atau konflik. Berbeda dengan anak yang kedua, mereka justru akan terlihat tidak percaya diri, banyak menunjukkan rasa takut, enggan bersosialisasi dengan orang banyak, dan cenderung dekat dengan timbulnya stress. Tidak jarang tampilan perilaku anak seperti ini hadir di keluarga yang orang tuanya sibuk bekerja, sehingga tidak memiliki waktu untuk memperhatikan putra-putrinya.



Untuk itu, diperlukan perhatian yang cukup, memadai dan intensif terhadap perkembangan anak di usia dini baik oleh orang tua dan maupun lingkungan yang memberikan dukungan untuk anak yang juga memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal.
 

Daycare, memberikan layanan kepada anak usia 0 – 6 tahun (usia disesuaikan dg sistem pendidikan) yang terpaksa ditinggal orang tua karena pekerjaan khususnya para ibu, agar anak-anak tetap mendapatkan haknya untuk tumbuh kembang, mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, serta hak untuk berpartisipasi dalam lingkungan sosialnya.

Senin, 11 Juli 2011

Manfaat dan Kekuatan Dongeng pada Psikologi Anak

Pada zaman serba canggih seperti sekarang, kegiatan mendongeng di mata anak-anak tidak populer lagi. Sejak bangun hingga menjelang tidur, mereka dihadapkan pada televisi yang menyajikan beragam acara, mulai dari film kartun, kuis, hingga sinetron yang acapkali bukan tontonan yang pas untuk anak. Kalaupun mereka bosan dengan acara yang disajikan, mereka dapat pindah pada permainan lain seperti videogame.

KENDATI demikian, kegiatan mendongeng sebetulnya bisa memikat dan mendatangkan banyak manfaat, bukan hanya untuk anak-anak tetapi juga orang tua yang mendongeng untuk anaknya. Kegiatan ini dapat mempererat ikatan dan komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak. Para pakar menyatakan ada beberapa manfaat lain yang dapat digali dari kegiatan mendongeng ini.

Pertama, anak dapat mengasah daya pikir dan imajinasinya. Hal yang belum tentu dapat terpenuhi bila anak hanya menonton dari televisi. Anak dapat membentuk visualisasinya sendiri dari cerita yang didengarkan. Ia dapat membayangkan seperti apa tokoh-tokoh maupun situasi yang muncul dari dongeng tersebut. Lama-kelamaan anak dapat melatih kreativitas dengan cara ini.

Kedua, cerita atau dongeng merupakan media yang efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan etika kepada anak, bahkan untuk menumbuhkan rasa empati. Misalnya nilai-nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, kerja keras, maupun tentang berbagai kebiasaan sehari-hari seprti pentingnya makan sayur dan menggosok gigi. Anak juga diharapkan dapat lebih mudah menyerap berbagai nilai tersebut karena Kak Agam di sini tidak bersikap memerintah atau menggurui, sebaliknya para tokoh cerita dalam dongeng tersebutlah yang diharapkan menjadi contoh atau teladan bagi anak.

Ketiga, dongeng dapat menjadi langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak. Setelah tertarik pada berbagai dongeng yang diceritakan Kak Agam, anak diharapkan mulai menumbuhkan ketertarikannya pada buku. Diawali dengan buku-buku dongeng yang kerap didengarnya, kemudian meluas pada buku-buku lain seperti buku pengetahuan, sains, agama, dan sebagainya.

Tidak ada batasan usia yang ketat mengenai kapan sebaiknya anak dapat mulai diberi dongeng oleh Kak agam. Untuk anak-anak usia prasekolah, dongeng dapat membantu mengembangkan kosa kata. Hanya saja cerita yang dipilihkan tentu saja yang sederhana dan kerap ditemui anak sehari-hari. Misalnya dongeng-dongeng tentang binatang. Sedangkan untuk anak-anak usia sekolah dasar dapat dipilihkan cerita yang mengandung teladan, nilai dan pesan moral serta problem solving. Harapannya nilai dan pesan tersebut kemudian dapat diterapkan anak dalam kehidupan sehari-hari.

Keberhasilan suatu dongeng tidak saja ditentukan oleh daya rangsang imajinatifnya, tapi juga kesadaran dan kemampuan pendongeng untuk menyajikannya secara menarik. Untuk itu Kak Agam dapat menggunakan berbagai alat bantu seperti boneka atau berbagai buku cerita sebagai sumber yang dapat dibaca oleh orang tua sebelum mendongeng.

Manfaat Dongeng untuk anak :
  1. Mengasah daya pikir dan imajinasi
  2. Menanamkan berbagi nilai dan etika
  3. Menumbuhkan minat baca


Kekuatan Dongeng pada Anak

Kak Bimo, seorang pecinta anak-anak, guru, trainer, sekaligus pendongeng yang sangat fasih dan piawai. Di kotanya Yogyakarta penulis mengenalnya tak hanya lantaran kemampuannya menyihir anak-anak dengan dramatis, namun juga karena muatan pesan moral yang dalam serta komprehensif mampu diselipkan dengan sangat apik dan tak membebani. Anak-anak demikian terbius segenap perhatian dan pikirannya pada alur cerita sederhana namun enak diikuti selama dongeng berlangsung. Kemudian kita mungkin mengenal PM Toh, pendongeng asal Aceh yang selalu mementingkan interaksi serta suasana yang aman dan nyaman bagi anak-anak yang mendengarkannya. Selain itu tak asing bagi kita yakni Kusumo Priyono, maestro dongeng Indonesia yang berpendapat bahwa dalam mendongeng biasanya ada sesuatu yang ingin disampaikan, terutama moral dan budi pekerti. Selain itu, yang tak kalah penting adalah sarat nuansa hiburan bagi anak-anak (edukatif dan kreatif) sehingga anak merasa senang dan terhibur. Demikianlah, anak-anak memang sangat senang mendengarkan cerita atau dongeng. Terutama cerita yang dibacakan oleh orang tua atau orang dewasa.

Menimbang Manfaat Dongeng

Tak bisa disangkal bahwa dongeng memang memiliki daya tarik tersendiri. Di sebagian sisi, terjadi suatu fenomena klise, bahwa anak-anak sebelum tidur kerap minta mendengar dongeng yang dikisahkan oleh ibu, nenek, atau orang dewasa yang berusaha menidurkannya. Meski bisa saja ditafsirkan bahwa dongeng tak selamanya menyenangkan, namun kenyataannya memang dongeng mudah membuat anak tertidur, disamping dongeng disetujui sebagai aktifitas rileks memang memiliki potensi konstruktif untuk mendukung pertumbuhkembangan mental anak. Bercerita atau mendongeng dalam bahasa Inggris disebut storytelling, memiliki banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah mampu mengembangkan daya pikir dan imajinasi anak, mengembangkan kemampuan berbicara anak, mengembangkan daya sosialisasi anak dan yang terutama adalah sarana komunikasi anak dengan orang tuanya. (Media Indonesia, 2006). Kalangan ahli psikologi menyarankan agar orangtua membiasakan mendongeng untuk mengurangi pengaruh buruk alat permainan modern. Hal itu dipentingkan mengingat interaksi langsung antara anak balita dengan orangtuanya dengan mendongeng sangat berpengaruh dalam membentuk karakter anak menjelang dewasa.

Selain itu, dari berbagai cara untuk mendidik anak, dongeng merupakan cara yang tak kalah ampuh dan efektif untuk memberikan human touch atau sentuhan manusiawi dan sportifitas bagi anak. Melalui dongeng pula jelajah cakrawala pemikiran anak akan menjadi lebih baik, lebih kritis, dan cerdas. Anak juga bisa memahami hal mana yang perlu ditiru dan yang tidak boleh ditiru. Hal ini akan membantu mereka dalam mengidentifikasikan diri dengan lingkungan sekitar disamping memudahkan mereka menilai dan memposisikan diri di tengah-tengah orang lain. Sebaliknya, anak yang kurang imajinasi bisa berakibat pada pergaulan yang kurang, sulit bersosialisasi atau beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Namun terlepas dari setumpuk teori manfaat tersebut, rasanya kita tetap harus berhati-hati. Karena jika kita kurang teliti, cukup banyak dongeng mengandung kisah yang justru rawan menjadi teladan buruk bagi anak-anak. Sebut saja dongeng rakyat tentang Sangkuriang yang secara eksplisit mengisahkan bahwa ibu kandung Sang-kuriang gara-gara bersumpah akan menjadi istri pihak yang mengambil peralatan tenun yang jatuh terpaksa menikah dengan seekor anjing. Tak cukup itu kondisi diperparah oleh kisah bahwa setelah membunuh sang anjing yang notabene adalah ayah kandungnya sendiri Sangkuriang sempat jatuh cinta dalam makna asmara kepada Dayang Sumbi, ibu kandungnya sendiri. Belum terhitung kelicikan Dayang Sumbi membangunkan ayam jago agar berkokok sebelum saat fajar benar-benar tiba, demi mengecoh Sangkuriang agar menduga dirinya gagal memenuhi permintaan Dayang Sumbi yakni merampungkan pembuatan perahu dalam satu malam saja. Karena muatan-muatan pada cerita dongeng harus dipertimbangkan dengan kondisi psikologi yang mungkin deserap oleh sang anak, jangan sampai terjadi kesalahan pemahaman dari dongeng yang dimaksudkan positif malah menjadi negatif...

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php
judul=Manfaat dan Kekuatan Dongeng pada Psikologi Anak &nomorurut_artikel=194

Minggu, 26 Juni 2011

Cara Menjaga Psikologis Anak Bila Sering Ditinggal Orangtua

Pada umumnya, anak akan rewel jika baru pertama kali ditinggal dalam jangka waktu lama. Jika sudah terbiasa, umumnya dalam diri si kecil sudah terbentuk pola; bila orang tua pergi maka akan kembali lagi sehingga anak sudah tidak kaget lagi.
Si kecil sakit Saat ditinggal pergi tak akan terjadi asalkan selama ditinggal si kecil memperoleh pengganti figur yang dapat memahami kondisinya.
“Aduh, Keisya sudah tiga hari rewel dan suhu badannya meninggi. Penyebabnya, ia pengen ketemu bapaknya. Padahal suamiku sedang tugas ke luar kota untuk beberapa hari!” keluh seorang ibu.
Nah, jika Ibu-Bapak pernah mengalami kasus serupa, tak perlu langsung panik. Wajar saja si kecil rewel, enggak mau makan sampai sakit-sakitan ketika ditinggal oleh figur yang ia sayangi. Penyebabnya, jelas Evi Sukmaningrum, tak lain karena pada masa batita, anak sudah mulai menyadari orang-orang yang dekat dengannya atau orang-orang yang sehari-hari ada bersamanya.
Selain itu, batita pun masih mengembangkan ketergantungan yang tinggi pada orang yang biasa merawat atau yang dekat dengannya. Itu berarti bisa orang tua, babysitter atau bahkan kakek dan nenek. “Misal dalam hal ini dengan si bapak. Ketergantungan antar bapak dan anak sudah bersifat interdependensi. Artinya, bapak dan anak masing-masing merasakan kenyamanan dan keamanan ketika berada bersama-sama. Jadi ketika berpisah, bukan anak saja yang merasa tidak nyaman, bapaknya pun ketika pergi merasa kangen,” ujar psikolog dari Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta.
Pada umumnya, lanjut Evi, anak akan rewel jika baru pertama kali ditinggal dalam jangka waktu lama. Jika sudah terbiasa, umumnya dalam diri si kecil sudah terbentuk pola; bila orang tua pergi maka akan kembali lagi sehingga anak sudah tidak kaget lagi. “Jika orang tuanya sudah sering pergi lama, namun anak tetap rewel berarti ada yang salah.” Misalnya, lanjut Evi, karena ketika pulang, orang tua tidak segera kontak dengan anak atau langsung pergi lagi. “Ini membuat anak merasa jauh sehingga tidak tumbuh kepercayaan kalau orang tuanya pergi akan kembali ‘Kok, aku ditinggal-tinggal terus, sih?’
Lain ketika orang tua sering pergi namun ketika kembali langsung memberikan kontak yang kualitasnya luar biasa pada hari-hari sesudahnya.” Jadi, tegas Evi, anak merasa tetap disayang. “Kalaupun orang tuanya pergi lagi walaupun lama, ia tetap akan percaya bahwa mereka akan kembali lagi. Ini yang paling penting.”

AKAN REWEL
Lalu bagaimana cara menyiasati bila kita harus meninggalkan si kecil untuk pertama kalinya? Menurut Evi, jika kejadian ini baru pertama kali, maka persiapannya memang agak sulit, mau tak mau kita tetap akan mendapatkan kondisi di mana anak tetap akan rewel.
Akan percuma bila kita menjelaskan dengan bahasa, “Dek, Bunda pergi dulu 3 hari, ya!” karena batita belum mengetahui konsep waktu. Yang ia tahu hanya pengertian hari ini saja, belum paham esok, apalagi perkataan “3 hari lagi”. Hal itu karena pola pikirnya masih belum konkret, “3 hari itu berapa lama, ya?” Sama juga ketika kita mengatakan, “Bunda mau pergi dulu, ya, tapi pulangnya lama. Jadi jangan cari-cari Bunda!” Perkataan seperti ini juga tidak akan dipahami si kecil karena konsep pergi di situ baginya dapat diartikan hanya sebagai pergi ke kantor dan akan pulang kembali hari itu juga.
“Anak batita sudah memiliki biological clock. Jadi ketika jam 19. 00 si Ibu belum nongol-nongol, padahal biasanya sudah pulang, ia akan merasa kehilangan dan pasti akan bertanya, ‘Mama mana?’ Kalau dijawab, ‘Kan, Ayah sudah bilang tadi kalau Mama perginya lama!’ si kecil tetap tidak akan mengerti. Malah ketika si Ibu tidak muncul pada waktu yang diharapkan, rasa amannya pun mulai terusik. Tak heran kalau kemudian ia pun gelisah dan rewel.”
Nah, yang bisa kita lakukan, Bu-Pak, pastikan segala kebutuhan fisik anak terpenuhi saat ditinggal pergi salah satu orang tua atau kedua-duanya. Semisal, susu, makanan kesukaan, sampai mainan kesayangan. Lalu carilah subtitute/pengganti. Subtitute ini bisa sang ayah bila ibu yang pergi. Begitu juga sebaliknya, bisa ibu bila ayahnya yang pergi. Bisa juga babysitter atau nenek dan kakek. “Jadi untuk sementara anak mendapatkan rasa aman dari si pengganti.”
Tapi kalau awalnya anak tetap rewel, si pengganti harus maklum karena perasaan aman tidak muncul seketika. “Sedangkan trust anak dengan si figur sudah terbentuk sejak bayi.” Tugas subtitute di sini adalah berusaha menenangkan anak ketika ia mulai mencari-cari si figur. Katakan “Mama pasti pulang!” Kita bisa juga menambahkan dengan cerita yang mengetengahkan anak yang berani ditinggal orang tuanya. Semisal, “Dek, si Dino ini kayak Adek, lo. Ditinggal Mama dan Papa tapi enggak nangis. Mama dan Papa Dino seperti Mama dan Papa Adek, pergi mencari uang buat beli susu.” Dari situ si kecil memahami bahwa orang tuanya pergi bukan untuk kepentingan mereka saja, tapi juga untuk kepentingannya. Artinya, si kecil juga sudah harus diajak berpikir untuk tidak melihat dari dirinya sendiri, walau ini masih sulit untuk batita, namun tak ada salahnya diperkenalkan.

DUNIA BERMAIN
Jangan dilupakan juga bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Dengan bermain si kecil dapat melepaskan semua hal yang menyakitkan/melukai dirinya. Jadi suguhkan si kecil berbagai aktivitas bermain sehingga membuat anak tidak terfokus pada ketidakhadiran orang tua mereka. “Kalau si kecil dibiarkan tanpa aktivitas, sementara si pengganti juga tidak tahu apa yang harus dilakukan. Maka anak akan terfokus pada rasa kehilangannya, ‘Mama kok, enggak ada, sih!’ Maka ia pun akan semakin merasa tidak aman.”
Si pengganti pun harus siap si kecil akan melakukan perilaku agresif karena marah tidak dapat bertemu orang tuanya. “Tanyalah dengan memeluk si kecil, ‘Kenapa Adek memukul Nenek?’ atau ‘Adek marah karena ditinggal Ayah, ya?’” Lalu carilah aktivitas pengganti untuk menyalurkan kemarahannya. “Yuk, Dek, kita cabuti rumput-rumput di taman saja!” Atau “Gimana kalau kita kasih makan ayam di halaman?” Aktivitas ini membuat reaksi marah anak bisa tersalurkan dalam bentuk yang lebih positif. Tentu saja semua ini membutuhkan kreativitas dari si pengganti, juga pengertiannya karena anak dalam keadaan tidak aman dan nyaman.
Jika si kecil jadi sulit makan, menurut Evi, sesekali si pengganti bisa melanggar prinsip gizi. Ketika ditanya, “Adek mau makan apa hari ini?” Kalau dijawab “Hamburger!”, ya, untuk kali ini bolehlah memberinya makanan tersebut kendati sebelumnya ia tidak boleh menyentuh junk food. “Kita, kan, juga perlu memahami bahwa anak sedang dalam keadaan tidak nyaman.” Toh, saat sedang tidak mood, orang dewasa pun enggak mau makan apa-apa. Agar anak tetap memperoleh energi, ia bisa makan apa yang ia sukai. “Enggak mungkin anak dipaksa makan sesuatu yang rutin, padahal waktu itu dalam keadaan tidak mood. Jadi, walaupun tidak bergizi tapi yang penting si kecil kemasukan energi dulu.” Setelah itu baru si kecil bisa dibujuk, makan makanan yang bergizi sambil berjalan-jalan. “Sekarang Adek harus makan sayur bayamnya, supaya sehat. Kalau Mama pulang, tapi Adek sakit, jadi enggak bisa jalan-jalan, dong!”
Hal penting lain, Ibu-Bapak yang meninggalkan si kecil, sebisa mungkin selalu melakukan kontak telepon untuk mengetahui kondisi rumah dan juga memantau keadaan si kecil. Kalau si kecil sudah bisa diajak berkomunikasi akan lebih baik lagi karena dengan mendengar suara orang yang disayangi setidaknya akan menghibur. “Kontak ini dimaksudkan walaupun si kecil jauh dari orang yang disayanginya, namun tetap ada suara yang bisa ia dengarkan,” ujar Evi.

KETIKA SUDAH PULANG
Saat Bapak atau Ibu kembali ke rumah, tak berarti masalah selesai. Karena ekspresi si kecil dalam mengungkapkan perasaan tidak aman/nyaman bisa beraneka cara. Ingat, lo, rasa kehilangan dapat menimbulkan rasa kangen juga rasa marah/jengkel. Perasaan yang sudah berkecamuk dalam diri anak selama beberapa waktu, akan segera dilampiaskan ketika si figur datang. “Yang ingin dilakukan anak adalah mengeluarkan semua unek-unek yang ada dalam perasaannya. Dalam mengungkapkan perasaan ini, kadangkala anak menjadi agresif dengan memukuli si ibu atau bapak untuk mengungkapkan, ‘Aku marah, kenapa Mama atau Ayah meninggalkan aku lama-lama!’ Namun kemarahan ini biasanya hanya bersifat temporer,” kata Evi.
Ekspresi lain yang mungkin muncul adalah tak mau berpisah dengan si figur tadi. Ini juga wajar saja karena selama si figur pergi, si kecil merasa kehilangan rasa aman. Jadi ketika si figur kembali, si kecil akan mengkompensasi rasa ketidaknyamanannya selama si figur pergi dengan memeluk, menangis, dan tidak merelakan si figur pergi.
Cara menyiasati hal seperti ini, untuk sementara anak jangan ditinggal pergi dulu. “Pernyataan tidak hanya secara verbal tapi juga nonverbal, yang menyatakan bahwa ‘Adek tidak akan ditinggal lagi, Ibu atau Ayah akan ada di samping Adek.’ Jadi untuk sementara turuti kemauan si kecil. Jika ia ingin dipeluk, peluklah dia. Jika ingin digendong, gendonglah ia. Karena semua itu merupakan ungkapan rasa kangen dan kemarahannya ketika ditinggal. Pelukan dapat meredakan/membantu mengeluarkan kemarahan anak, dibanding jika si ibu/ayah menolak dengan alasan lelah, misal, maka anak akan lebih terluka”.
Kemungkinan lain yang bisa terjadi adalah si kecil terlihat lebih akrab dengan si subtitute ketimbang sebelumnya. Nah, kalau sudah begini, tak perlu langsung khawatir, si kecil akan melupakan kita begitu saja. Coba pikirkan bagaimana cara mengambil hatinya kembali. Semisal, dengan memberikan pertemuan yang berkualitas. Ketika pulang, kita bisa mengambil alih tugas si pengganti, misal menyuapi anak. Ungkapkan juga pada anak secara jujur perasaan kita, “Bunda kangen banget sama Adek. Jadi kali ini yang nyuapin Bunda aja, ya, Mbak biar istirahat dulu!” misal.
Jadi, Bu-Pak, kalau hanya terjadi sekali dua kali si kecil jadi rewel, itu kondisi yang lazim karena ia merasa tidak nyaman ketika orang tuanya tidak ada. Tapi kalau kerewelan itu terus-menerus terjadi setiap orang tua pergi, kemungkinan si kecil kehilangan trust. Jangan-jangan kita sering meninggalkan si kecil namun ketika kembali tidak membayar kembali rasa aman yang hilang pada diri si kecil?
Segala sesuatunya berpulang kembali pada diri kita masing-masing. Karena ternyata kitalah yang sudah menjadikannya demikian, kan?

Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan ibu:
  • Ketika ibu bekerja, siapakah pengganti dari ibu, karena peran pengganti figur ibu juga menentukan keoptimalan dari perkembangan anak. Untuk ibu perlu bekerja sama dengan pengasuh agar dapat  terus memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Ibu harus aktif mencari tahu segala informasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak.
  • Ibu harus meluangkan waktu untuk memenuhi waktu yang hilang bersama dengan anak. Dengan demikian kedekatan emosional masih terus terjaga dan ibu bisa terus memberikan stimulus pada anak supaya pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berkembang secara optimal.
  • Anak yang tumbuh dengan sehat maka kemampuannya juga akan berkembang dengan baik, dengan kata lain anak yang sehat secara fisik maka kecerdasannya juga akan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki.
  • Kecuali jika ada kasus-kasus khusus pada anak, misalnya autis, hiperaktif, dll maka hal ini diperlukan penanganan khusus.

Untuk Anda yang baik hati, Anda dapat membantu tetangga Anda dengan memberikan dukungan untuk selalu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak. Banyak sekali informasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak dan bagaimana kita merangsang pertumbuhan dan perkembangan agar anak dapat berkembang secara optimal. Untuk anaknya,  jika di lingkungan anda ada PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), maka akan lebih baik jika si anak diajak untuk ikut, karena disana ia akan belajar bersosialisasi dan mengembangkan keterampilannya sehingga dapat meningkatkan kecerdasan anak. (fn/cbn/ia)

www.suaramedia.com

Jumat, 10 Juni 2011

FILOSOFI

Pembangunan di segala bidang memberi dampak terhadap perubahan pola kehidupan di masyarakat. Partisipasi wanita dibidang pembangunan terlihat pada jumlah pekerja wanita di sektor usaha formal selain usaha informal, sehingga sebagian dari wanita yang notabene sebagai ibu dari anak usia dini diharuskan meninggalkan anaknya karena tuntutan pekerjaan. Karena kondisi tersebut munculah lembaga Taman Penitipan Anak (TPA) atau Daycare

Daycare atau Taman Penitipan Anak ini merupakan alternatif untuk pelayanan pendidikan, peningkatan kesehatan, dan perbaikan gizi yang diarahkan pada terwujudnya perbaikan atau kemajuan dalam kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan selanjutnya.

Daycare dalam mendidik dan mengasuh anak perlu memiliki pendidik dan pengasuh yang handal dan profesional. Kondisi saat ini tenaga pendidik dan pengasuh yang ada masih beragam. Oleh sebab itu, kualitas pendidik dan tenaga kependidikan perlu ditingkatkan agar pelayanan anak usia dini di Daycare, baik pada aspek pendidikan, kesehatan, maupun gizinya dapat lebih ditingkatkan dan berkualitas.


Sumber: Direktorat PAUD-PNFI Kementrian Pendidikan Nasional
 

DAYCARE GEDUNG SATE Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template and web hosting